BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkembangan usaha dunia peternakan sudah semakin nyata
dan digemari oleh masyarakat, keadaan ini didukung
dengan peningkatan permintaan produksi peternakan, seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk, tingginya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya gizi bagi pertumbuhan dan
kesehatan tubuh manusia. Jumlah permintaan yang semakin tinggi,
memberikan peluang besar bagi para peternak untuk mengembangkan usaha guna
memenuhi kebutuhan yang meningkat dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan.
Ayam broiler mempunyai
kemampuan produksi daging yang sangat cepat jika dibandingkan dengan unggas
penghasil daging yang lain. Keberhasilan usaha ayam broiler ditentukan tiga
faktor, diantaranya pakan, manajemen, dan bibit. Kesalahan dari segi manajemen pemeliharaan
akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit yang akan berakibat produksi yang
dihasilkan tidak maksimal. Oleh sebab itu, bagi produsen
diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia sebagai pimpinan unit produksi
untuk memanfaatkan segala serta mengaplikasikan peternakan secara terpadu.
Salah satu faktor
pendukung keberhasilan pemeliharaan ayam broiler adalah kesehatan ternak,
dimana pada umumnya untuk meningkatkan kesehatan ayam broiler peternak
memberikan suplemen dan obat-obatan seperti antibiotik baik melalui pakan maupun air minum, umumnya pengobatan biasanya dilakukan
secara masal dibandingkan secara
individual. Penggunaan
antibiotik
selain memiliki efek positif
juga dapat berdampak negatif bagi ternak, seperti ternak akan
resisten terhadap antibiotik tertentu. Seperti halnya
yang terjadi pada peternakan unggas di Nort Carolina (Amerika Serikat) akibat
pemberian antibiotik
tertentu ternak resisten
terhadap Enroflasacin yang berfungsi untuk membasmi bakteri Escherechia coli (Akhirani N. tanpa tahun)
Selain itu pemberian
antibiotik
dapat menimbulakan residu terhadap produk yang dihasilkan ternak seperti telur,
daging dan susu. Seperti yang dikemukakan oleh Rusiana dan Iswarawanti (2003),
sebanyak 85% daging dan 37% hati ayam broiler di jabotabek mengandung residu
antibiotik dari 80 ekor sampel broiler yang diamati. Dimana apabila daging dan
hati yang mengandung residu antibiotik
terus menerus dikonsumsi oleh manusia maka akan berdampak negative bagi
kesehatan, seperti menyebabkan timbulnya kanker (carcinogenic effect), dan
juga dapat berdampak buruk bagi ibu hamil dan janin yang dikandungnya (teratogenic effect). Oleh karena itu
perlu dicari alternatif
yang lebih aman yaitu seperti pemanfaatan ekstark daun beluntas untuk meningkatkan kesehatan.
Beluntas (pluchea indica less.) merupakan salah
satu jenis tanaman Indonesia yang biasa di gunakan sebagai tanaman pagar dan
tanaman obat. Beluntas merupakan tanaman obat asli Indonesia yang daunnya dapat
digunakan sebagai obat demam dengan cara direbus seperti teh dan dapat juga
digunakan untuk memperkuat urat syaraf dan sebagai obat mandi (sastroamidjojo,
1977). Hal ini disebabkan beluntas mengandung amino (leusin, isoleusin,
triptofan, treonin), alkaloid, flavonoida, minyak atsiri, asam cholorogenik,
natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C
(Tampubolon,1995; Muhlisah, 1999; asiamaya, 2003)
Beluntas merupakan tanaman
obat-obatan yang berkhasiat menyembuhkan penyakit. Beluntas merupakan tanaman
herbal yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan, karena mengandung
banyak senyawa-senyawa yang berguna bagi tubuh seperti zat asam amino (leusin,
isoleusin, triptofan, treonin), lemak, kalsium, fosfor, vitamin A dan C
merupakan salah satu anti oksidan yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
Dengan pemanfanaatan ekstrak daun beluntas
diharapkan dapat meningkat kesehatan ayam broiler sehingga dapat berpengaruh
terhadap performans
ayam broiler dan meningkatkan keuntungan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah
penggunaan ekstrak daun beluntas pada air minum dapat dapat meningkat daya
tahan/kekebalan tubuh sehingga dapat berpengaruh terhadap performans yang maksimal
tanpa menimbulkan dampak buruk bagi ternak maupun produk yang dihasilkan.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1
Tujuan
1. Meningkatkan
keuntungan dengan cara meningkatkan daya tahan/kekebalan tubuh sehingga dapat
berpengaruh terhadap performas yang maksimal.
2. Meningkatkan
kreatifitas dan jiwa kewirausahaan.
3. Meningkatkan
pengetahuan mengenai pemeliharaan ayam broiler yang baik.
1.3.2
Manfaat
1. Penambahan ekstrak daun beluntas pada air minum ini
diharapkan dapat meningkatkan daya tahan/kekebalan tubuh
sehingga dapat berpengaruh terhadap performas yang maksimal.
2. Membuat peluang usaha baru dengan penambahan ekstrak
daun beluntas pada air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga dapat
berpengaruh terhadap performan ayam broiler.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ayam Broiler
Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang
umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Ayam yang dipelihara adalah
ayam broiler yakni ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf, 2008).
Ayam broiler memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah dagingnya
empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi,efisiensi
terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging
dan pertambahan bobot badan sangat cepat sedangkan kelemahannya adalah
memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap
suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987). Pertumbuhan yang paling
cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami
penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006).
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi ayam broiler
Zat nutrisi
|
presentase
|
|
|
Starter
|
Finisher
|
Kadar air (max)
|
14%
|
14 %
|
Lemak kasar
|
18 – 23 %
|
18 – 22 %
|
Protein kasar
|
2.5 -7 %
|
2 – 7 %
|
Serat kasar (max)
|
5 %
|
5.5 %
|
Abu
|
5 – 8%
|
5 – 8 %
|
Calcium (Ca)
|
0.9 – 1.2 %
|
0.9 – 1.2 %
|
Phosphor (P)
|
0.7 – 1 %
|
0.7 – 1 %
|
Aflatoxin (max)
|
50 pbb
|
50 pbb
|
L – Lycin (min)
|
1.1 %
|
0.9 %
|
DL – Methionine (min)
|
0.5 %
|
0.1 %
|
Standart SNI Ransum Broiler Starter dan Finisher SNI
01-3930-1995/01-3931-2005
2.2 Beluntas
Wikipedia (2012), klasifikasi dari beluntas
(Pluchea indica (L) Less) adalah sebagai berikut:
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Super
Divisi : Spermatophyta
(Menghasilkanbiji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhanberbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkepingdua / dikotil)
SubKelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Pluchea
Spesies : Plucheaindica (L.) Less.
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhanberbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkepingdua / dikotil)
SubKelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Pluchea
Spesies : Plucheaindica (L.) Less.
Tanaman BELUNTAS (Pluchea indica Less.) termasuk familia Asteraceae. Beluntas merupakan tumbuhan
semak yang bercabang banyak, berusuk halus, dan berbulu lembut. Pada umumnya
beluntas ditanam sebagai tanaman pagar atau bahkan tumbuh liar, tingginya bisa
mencapai 3 meter
apabila tidak dipangkas, sehingga seringkali ditanam sebagai pagar pekarangan.
Beluntas dapat tumbuh di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, pada
daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 1000 meter
dari permukaan laut, memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan, dan
perbanyakannya dapat dilakukan dengan setek batang pada batang yang cukup tua.
Nama daerah: beluntas (Melayu), baluntas, baruntas (Sunda), luntas
(Jawa), baluntas (Madura), lamutasa (Makasar), lenabou (Timor), sedangkan nama asing
untuk tanaman beluntas adalah Luan Yi
(Cina), Phatpai (Vietnam), dan Marsh fleabane (Inggris). Nama
simplisia beluntas adalah Plucheacea folium (daun), Plucheacea radix
(akar).
Beluntas (pluchea indica less.) merupakan salah satu jenis tanaman Indonesia
yang biasa di gunakan sebagai tanaman pagar dan tanaman obat. Beluntas
merupakan tanaman obat asli Indonesia yang daunnya dapat digunakan sebagai obat
demam dengan cara direbus seperti teh dan dapat juga digunakan untuk memperkuat
urat syaraf dan sebagai obat mandi (sastroamidjojo, 1977). Hal ini disebabkan
beluntas mengandung amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid,
flavonoida, minyak atsiri, asam cholorogenik, natrium, kalium, kalsium,
magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C (Tampubolon,1995; Muhlisah, 1999;
asiamaya, 2003)
Beluntas merupakan tanaman obat-obatan yang berkhasiat
menyembuhkan penyakit. Beluntas adalah tanaman herbal yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kesehatan, karena mengandung banyak senyawa-senyawa yang
berguna bagi tubuh seperti zat asam amino (leusin, isoleusin, triptofan,
treonin), lemak, kalsium, fosfor, vitamin A dan C merupakan salah satu antioksidan
yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
Beluntas (Pluchea
indica less) yang berfungsi sebagai bahan aditif pakan karena mengandung
beberapa senyawa aktif alkaloid, minyak atsiri dan flavonoid. Khasiat medis
tanaman ini dapat juga digunakan sebagai penurun demam (antipiretik),
meningkatkan selera makan (stomakik), peluruh keringat (diaforetik) dan
penyegar (Dalimartha, 1999). Selain itu, daun beluntas juga bersifat sebagai
antimikroba, untuk menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen seperti Salmonella
typhi, Staphylocococcus aureus, Escherichia coli dan Bacillus
cereus (Ardiansyah dkk, 2003), dimana keberadaan bakteri ini dalam saluran
pencernaan dapat menurunkan produksi telur dan menghambat pertumbuhan ayam
pedaging. Khasiat beluntas dalam
mempertahankan produktivitas ternak unggas telah dilaporkan mampu menggantikan
zat anti stress. Ayam yang diberikan ekstrak beluntas secara periodik memiliki
perfoma, hemoglobin dan leukosit (sel darah putih) yang lebih baik dibandingkan
dengan kontrol yang diberikan anti stress komersial (Setiaji & Sudarman,
2005), dimana sel-sel mendukung sistem kekebalan tubuh.
2.3
Antibiotik
Antibiotik tidak digolongkan
ke dalam zat nutrisi, akan tetapi dianggap sebagai suplemen makanan. Antibiotik
adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan memiliki daya
kerja bakteriside atau bakteriostatik
terhadap mikroorganisme lain. Pada penggunaan dosis rendah, antibiotik
diketahui efektif terhadap pengontrolan subklinis dan merangsang pertumbuhan
hewan bila diberikan ke dalam ransum atau air minum (Aggorodi, 1995).
Pada
umumnya peternak menggunakan antibiotik digunakan untuk meningkatkan performans dan kesehatan ternak. Seperti yang dikemukakan
oleh Anggorodi (1995), bahwa pemberian antibiotik dalam ransum dapat menurunkan
konsumsi ransum, dapat meningkatkan efisiensi pakan dalam memperoleh
pertambahan bobot badan. Pemberian antibiotik dengan tingkat rendah seperti Zinc bacitracin, penicillin, tetracylin,
atau kombinasi dari antibiotik tersebut dapat menyembuhkan penyakit tingkat
rendah dalam peternakan unggas (Wahju, 1988).
2.4
Mortalitas
Mortalitas
akan menentukan
keberhasilan suatu usaha peternakan, karena angka mortalitas yang tinggi
menyebabkan kerugian dinilai dari segi ekonomis, penyakit ayam merupakan
ancaman bagi perusahaan ternak unggas (Sastroamidjojo, 1970). Menurut
Togatotrop et al. (1977) kematian biasanya
terjadi pada periode awal (starter), sedangkan pada periode finisher jarang
terjadi kecuali akibat serangan pernafasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
mortalitas antara lain bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan,
lingkungan, sanitasi, peralatan kandang, serta
suhu lingkungan (Sugiarti et
al. 1981).
2.5
Konsumsi Ransum
Konsumsi adalah jumlah makanan yang
terkonsumsi oleh hewan bila diberikan secara ad libitum (Parakkasi, 1999). Konsumsi
ransum ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas serta temperatur lingkungan (Wahju,1992). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006), ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi
kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya
terpenuhi ayam akan terus makan. Jika ayam diberi makan dengan kandungan energi
rendah maka ayam akan makan lebih banyak. Konsumsi ransum setiap minggu
bertambah sesuai dengan pertambahan bobot
badan. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan
dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2005).
Menurut Rasyaf (1994) konsumsi ransum ayam
broiler merupakan cermin dari masuknya sejumlah
unsur nutrien ke dalam tubuh ayam. Jumlah yang masuk harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk produksi dan untuk
hidup pokok. Kartasudjana dan
Suprijatna (2006) menambahkan bahwa pertumbuhan pada ayam broiler dimulai dengan perlahan-lahan kemudian berlangsung
cepat sampai dicapai pertumbuhan maksimum setelah itu menurun kembali hingga
akhirnya terhenti. Pertumbuhan yang
paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami
penurunan.
2.6
Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan
suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi
penggunaan ransum serta kualitas ransum. Menurut Rasyaf (1992) menyatakan bahwa
salah satu ukuran efisiensi adalah dengan membandingkan antara
jumlah ransum yang diberikan (input) dengan hasil yang
diperoleh baik itu daging atau telur (output).
Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan
untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan
Suprijatna, 2006). Anggorodi
(1980) menyatakan bahwa nilai konversi
ransum dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor,
diantaranya adalah suhu lingkungan, laju perjalanan
ransum melalui alat pencernaan, bentuk fisik, dan konsumsi
ransum. Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya
biaya ransum, karena semakin tinggi konversi ransum maka
biaya ransum akan meningkat karena jumlah ransum yang
dikonsumsi untuk menghasilkan bobot badan dalam jangka
waktu tertentu semakin tinggi.
2.7
Pertambahan Berat Badan
Pertambahan berat badan
diperoleh melalui pengukuran kenaikan berat badan dengan
melakukan penimbangan (Tillman et al. 1991) kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang
cukup besar, keadaan ini bergantung pada tipe ayam, jenis kelamin, galur,
tata laksana, temperatur lingkungan, tempat ayam tersebut
dipelihara serta kualitas dan kuantitas makanan (Anggorodi,
1980). Menurut Scott et al. (1982) menyatakan bahwa dalam keadaan
normal ayam jantan tumbuh lebih cepat dari pada ayam betina.
Pada umumnya semua ternak
unggas, khususnya ayam broiler termasuk golongan yang
memiliki pertumbuhan cepat. Pertumbuhan yang paling
cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami
penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006).
2.8
Analisa Usaha
Menurut Wasito dan Rohaemi,
(1994) analisa usaha merupakan suatu cara untuk mengetahui perkembangan
usaha tersebut. Tujuan dari analisa
usaha adalah merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha maupun memperbesar
sekala usaha. Untuk melaksanakan analisa usaha, dikenal dengan beberapa istilah
yaitu B/C (Beneffer per cost) artinya total pendapatan dibagi total
pengeluaran, BEP harga (Break Event Point) yaitu total biaya yang dikeluarkan
dibagi produksi ternak (Kg), BEP unit yaitu total biaya dibagi harg jual,
penerimaan ialah besarnya uang yang diterima oleh peternak sesuai dengan harga
yang berlaku pada saat itu, sedangkan pendapatan adalah hasil keuntungan bersih yang
diterima peternak yang merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi.
BAB
III METODOLOGI PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Usaha ayam broiler dilakukan di kandang Politeknik
Negeri Jember selama 1 periode pemeliharaan atau selama umur 35 hari, mulai
bulan November sampai bulan Desember 2012.
3.2 Alat
dan Bahan
3.2.1 Alat
kandang Broiler, sekat, gasolek, lampu, tempat pakan,
tempat minum, sprayer, sekop, sapu, alat vaksin, ember, timbangan, penumbuk, alat tulis,chick guard dan feeder tray.
3.2.2. Bahan
DOC Broiler, daun beluntas, formalin, air, gula, Konsentrat BR 1, penumbuk,
vaksin, obat-obatan dan sekam.
3.3
Metode
3.3.1
Pembuatan ekstrak daun beluntas
Skema pembuatan ekstrak Daun Beluntas
sebagai berikut :
|
||||||
|
1.
|
||||||||||
|
||||||||||
|
3.4
Program Pemeliharaan
3.4.1 Persiapan Kandang dan Peralatan
Satu minggu sebelum ayam datang kandang
dibersihkan dengan air yang dicampur dengan deterjen, kemudian dilakukan
pengapuran dan disucihamakan dengan penyemprotan desinfektan. Demikian juga
dengan peralatan yang digunakan dibersihkan dengan air dan disucihamakan dengan
desinfektan.
3.4.2 Persiapan
Brooding
Setelah persiapan kandang selesai
dilakukan, kemudian dilakukan persiapan brooding yaitu pemasangan gassolec,
pemasangan chick guard, pemasangan litter (sekam), pemasangan alas koran, dan
pemasangan tempat pakan dan tempat minum.
Tabel 2. Kebutuhan
Suhu Pemeliharaa
Umur (hari)
|
Suhu (°C)
|
Kelembaban (%)
|
1-3
|
32
|
60
|
4-6
|
31
|
|
7-14
|
30
|
Sumber: CP Group
(2005)
3.4.3. Penerimaan DOC
Sebelum
DOC datang pastikan brooding sudah dalam keadaan menyala agar suhu dalam
brooding sudah sesuai dengan kebutuhan DOC yaitu 32-35°C, melakukan penimbangan
DOC 10% dan lakukan pengisian recording, tanggal masuk, tanggal tetas, berat
DOC, strain, kemudian DOC diberi air gula sebanyak 2-3% selama 2-3 jam,
kemudian dilakukan pemberian pakan.
3.4.4.
Vaksinasi
Vaksinasi dilakukan tiga kali dalam satu
periode pemeliharaan dengan menggunakan vaksin ND dan IBD. Vaksin ND diberikan
pada umur 4 hari melalui tetes mata, dan diulang kembali pada umur 21 hari.
Kemudian vaksin IBD diberikan pada umur 14 hari melalui air minum.
3.5 Pengelolahan pakan
3.5.1 Frekuensi Pemberian Pakan
Pemberian pakan dalam minggu pertama dilakukan sebanyak
empat kali dan pada minggu kedua frekuensi pemberian pakan dapat dikurangi.
Pada minggu ketiga hingga panen pemberian pakan dapan dilakukan dua kali yaitu
pagi dan sore.
3.5.2 Air Minum
Pemberian air minum dilakukan
secara ad libitum dalam artian slalu tersedia agar tidak terjadi kekurangan air minum. Dan
pemberian ekstrak daun beluntas dengan perlakuan 10% dari air minum.
Tabel jumlah kebutuhan air minum ayam
broiler umur 1- 4 minggu
Minggu
|
Kebutuhan
air minum ml/ekor
|
1
|
225
|
2
|
480
|
3
|
725
|
4
|
1000
|
jumlah
|
2430
|
Sumber : NRC (1994)
3.6 Parameter yang
Diukur
3.6.1 Konsumsi pakan
(gram/ekor/hari)
Perhitungan konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh Broiler dalam masa pemeliharaan dengan menghitung
jumlah pemberian pakan dikurangi sisa pakan. Perhitungan konsumsi pakan dilakukan setiap hari.
3.6.2
Konsumsi air minum (ml/ekor/hari)
Perhitungan konsumsi air minum adalah jumlah air
minum yang di konsumsi oleh broiler dalam masa pemeliharaan dengan menghitung
jumlah pemberian air minum dikurangi sisa air minum. Perhitungan konsumsi air
minum dilakukan setiap hari
3.6.3 Mortalitas (%)
Mortalitas (angka kematian) dihitung dengan cara jumlah ayam yang mati
dikalikan dengan 100% kemudian dibagi dengan jumlah awal ayam hidup.
Perhitungan dilakukan setiap minggu sekali dan pada akhir pemeliharaan.
3.6.4 Pertambahan barat badan
(gram/ekor)
Perhitungan pertambahan
berat badan yaitu berat badan dikurangi berat badan sebelumnya. Perhitungan dilakukan setiap seminggu sekali.
3.6.5 Konversi pakan
Menghitung konversi pakan (FCR) yaitu konsumsi
pakan dibagi pertambahan berat badan (PBB) guna mengetahui tingkat efisiensi
pakan
3.6.6 Analisa usaha
a. Pendapatan
:
Total penerimaan dalam satu periode
pemeliharaan
b. Untung/
rugi : Total pendapatan
dikurangi total pengeluaran
c. BEP
unit : Total biaya dibagi harga per ekor
d. BEP harga : Total biaya dibagi total
produksi
e. R/C :
Total pendapatan dibagi total pengeluaran
3.7 Analisa Usaha
3.7.1
Asumsi
1. DOC dengan jumlah 200 ekor dan Mortalitas
3%.
2. Periode
pemeliharaan 35 hari.
3.6.2 Biaya operasional pemeliharaan
No
|
Keterangan
|
Satuan
|
Harga
|
Jumlah
|
Biayatetap
|
||||
1
|
Sewa
kandang dan peralatan
|
1 periode
|
Rp. 120.000
|
Rp. 120.000
|
2
|
Listrik dan
air
|
2 bulan
|
Rp. 30.000
|
Rp. 60.000
|
3
|
Alat
penumbuk
|
2
|
Rp. 20.000
|
Rp. 40.000
|
4
|
Ember
|
2
|
Rp. 20.000
|
Rp. 40.000
|
5
|
Pisau
|
2
|
Rp. 10.000
|
Rp. 20.000
|
Total biayatetap
|
Rp. 280.000
|
|||
Biayatidaktetap / variable
|
||||
1
|
Pembelian
DOC
|
200
|
Rp. 4.000
|
Rp. 800.000
|
2
|
Pakan
|
0,174kgx200x35hr
|
Rp. 4.681
|
Rp. 3.276.700
|
4
|
vaksin
|
|
Rp. 100.000
|
Rp. 100.000
|
5
|
Obat dan
disinfektan
|
|
Rp. 100.000
|
Rp. 100.000
|
6
|
Kapur
|
|
Rp. 20.000
|
Rp. 20.000
|
7
|
Tenaga
kerja
|
1 orang
|
Rp. 500.000
|
Rp. 500.000
|
8
|
Sekam
|
|
Rp. 20.000
|
Rp. 20.000
|
9
|
Daun
Beluntas
|
25 Kg
|
Rp. 2.000
|
Rp. 50.000
|
Total biayatidaktetap
|
Rp. 4.866.700
|
|||
Total Pengeluaran
|
Rp. 5.146.700
|
3.4.1
Penerimaan
No
|
Keterangan
|
Satuan
|
Hargasatuan
|
Jumlah
|
Penerimaan
|
||||
1
|
PenjualanAyam
|
194 ekor
|
Rp. 30.0000
|
Rp. 5.820.000
|
2
|
Penjualankotoran
|
|
Rp. 20.000
|
Rp. 20.000
|
Total Penerimaan
|
Rp.
5.840.000
|
3.4.2
Keuntungan
Keuntungan = total penerimaan – total seluruh biaya
= Rp. 5.840.000 – Rp. 5.146.700
= Rp.
693.300
3.4.3
Analisa kelayakan usaha
ü
BEP Volume produksi
= Total biaya
.
Harga satuan produksi
=
Rp. 5.146.700 Rp. 30.000
= 172 ekor
Jadi titik impas akan di capai
apabila dalam usaha pemeliharaan broiler ini memperoleh produksi sebanyak 172
ekor dengan harga jual Rp. 30.000
ü
BEP harga produksi
= Total
biaya .
Total produksi
= Rp. 5.146.700
194
ekor
= Rp 26.529
Jadi analisis titik impas akan
di capai apabila dalam usaha broiler ini memperoleh produksi sebanyak 194 ekor
dengan harga jual Rp. 26.529
ü R/C Ratio = Total
Penerimaan
Total pengeluaran
= Rp 5.840.000
Rp. 5.146.700
=1.13
Jadi usaha ini layak diusahakan
karena R/C rationya >1 yaitu: 1.13
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi,
R.1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Anggorodi, R.1995. Nutrisi Aneka Ternak. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Asiamaya. 2003.
Beluntas. http :// www. Asiamaya.com/jamu/isi/beluntas plucheaindica less.
Htm ( 29 september 2012)
Atmomarsono,
U. 2004. Upaya Menghasilkan Daging Broiler Aman dan Sehat.Pidato Pengukuhan,
diucapkan pada Upacara Peresmian PenerimaanJ abatan Guru Besar dalam IlmuTernak
Unggas pada Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang 6 Oktober
2004.
Fadilah.2005. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler
Komersial. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kartasudjana, R dan Edjeng S. 2006.
Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya.Jakarta.
Muhlisah, F. 1999. Tanaman Obat Keluarga. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan
Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
NRC.1994. Nutrient Requirement of Poultry.
Ninth Revised Edition. National Academy Press. Washington DC.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak
Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam
Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan
Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius.Yogyakarta
Rusiana dan
Iswarawanti. 2003. 85% Daging Broiler Mengandung antibiotic. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1073455521,18343,
Sastroamidjojo, S. 1977. Obat asli Indonesia.
Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Sugiarti, T.,
Suharsono U.D. Rusdi. 1981. Pengaruh Cekaman
Panas
Terhadap
Pertumbuhan
dan Efesiensi
Penggunaan
Makanan
pada Ayam
Bedaging.
Lem LPP 1: 9-11.
Scott. M.L., M. C. Nesheim and
R.J. Young. 1982. Nutrion of Chiken. 3nd Edition. M.L. Scott and
Associates, Ithaca. New York.
Tampubulon, O.T. 1995. Tumbuhan Obat. Penerbit
Bharatara, Jakarta.
Tillman, A.D, H.
Tartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Perwirokusumo, dan Slebdokusumo. 1991. Ilmu
makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahju.1988. Ilmu
Nutrisi Ternak. Gadjamadah University Press. Yogyakarta.
Wahju. J. 1992.
Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wasito dan
Rohaeni, E.S. 1994. Beternak itik Alabio. Kanisius. Yogyakarta.
0 komentar:
Post a Comment