BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan
protein hewani terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun, hal ini
dikarenakan peningkatan penghasilan dan pengetahuan masyarakat yang semakin
baik akan pentingnya makanan bergizi. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dari hasil
produk peternakan seperti daging, telur dan susu. Konsumsi daging masyarakat
Indonesia mencapai 7,1 kg per kapita per tahun dimana jumlah ini jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan konsumsi telur yang hanya 3,89 kg per kapita per
tahun dan kebutuhan susu sebesar 6,5 kg per kapita per tahun (Husodo, 2003).
Domba
merupakan salah satu jenis ternak penghasil daging yang cukup potensial untuk
dikembangkan karena domba mudah beradaptasi dan perkembangbiakannya cepat
dimana seekor domba dapat beranak 3 kali dalam 2 tahun dan sekali kelahiran
dapat menghasilkan 2-3 ekor anak. Di Indonesia ternak domba sebagian besar
dipelihara oleh para peternak rakyat di pedesaan dimana pemeliiharaannya masih
dilakukan secara tradisional. Pemeliharaan secara tradisional yang hanya diberi
pakan rumput lapang saja hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok saja dengan
pertambahan bobot badan yang relatif rendah 2-8 gram/ekor/hari. Selain itu
ternak sangat rentan terhadap serangan penyakit yang berakibat pada rendahnya
produktivitas ternak.
Upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak domba ialah dengan
memberikan pakan yang cukup untuk hidup pokok dan produksi dan menjaga ternak
selalu dalam kondisi sehat, dimana ternak yang sehat dapat menunjukkan performans
yang baik. Salah satu performans atau penampilan domba ialah konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan dan konversi pakan.
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.
Meningkatkan
performans dan produktivitas ternak domba.
2.
Meningkatkan
keuntungan dalam usaha pemeliharaan domba.
1.3.2 Manfaat
Memberikan informasi kepada peternak tentang penggemukan
domba
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Domba
Menurut
Kartadisastra (1997), semua domba memilki beberapa karakteristik yang sama
kedudukannya dalam sistematika hewan yaitu:
Filum : Chordate
Sub
filum : Vertebrata
Marga : Gnatostomata
Kelas : Mammalia
Bangsa :
Plecentalia
Suku : Ungulata
Ordo : Artiodactyla
Family : Bovidae
Genus : Ovis
Spesies : Ovis aries
Domba adalah hewan herbivora dan digolongkan
sebagai hewan ruminansia (memiliki rumen). Rumen adalah alat pencernaan yang
khas pada ruminansia, yang terdiri dari 4 bagian, yaitu rumen, reticulum, omasum,dan abomasum.
Ruminansia tidak terlalu tergantung pada kadar zat-zat gizi pakan yang di
konsumsinya, karena proses-proses dalam rumen mampu menghasilkan zat-zat gizi
yang mudah diserap tubuh. Tingkat
pertumbuhan domba jantan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan domba
betina. Yang perlu di perhatikan
dalam usaha penggemukan domba adalah waktu, karena secara teoritis, waktu yang
dibutuhkan dalam program penggemukan domba tidak boleh lebih dari 120 hari atau
4 bulan (Sodiq dan Zainal, 2002).
2.3 Penampilan Domba
Salah
satu parameter yang dapat yang dapat diukur untuk menentukan produktivitas
ternak domba terutama untuk usaha penggemukan yaitu: konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan dan konversi pakan (Kukuh, 2010).
2.3.1 Konsumsi Pakan
Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad
libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting yang
menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan berpengaruh terhadap
tingkat produksi. Ditambahkan oleh Arora (1995) bahwa jumlah konsumsi pakan
merupakan salah satu indikator terbaik dari produksi ternak.
Anggorodi, (1994) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
konsumsi ransum yaitu umur, bobot badan, tipe, tingkat produksi, jenis pakan
dan faktor lingkungan. Semakin tinggi tingkat produksi dari seekor ternak,
makin meningkat konsumsi ransumnya. Konsumsi ransum akan meningkat sejalan dengan
kualitas ransum yang diberikan, semakin tinggi kualitas ransum akan semakin
meningkat ransum yang digunakan sehingga menyebabkan semakin tinggi keefisienan
penggunaan ransum.
2.3.2 Pertambahan Bobot
Badan
Kartadisastra
(1997) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ternak berbanding lurus dengan
tingkat konsumsinya. Makin tinggi tingkat konsumsinya, akan semakin tinggi
bobot tubuhnya.
Pertumbuhan
umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan
berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya
(Tillman et al., 1991). Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu
tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui
besarnya pertambahan bobot badan ternak. Pertambahan bobot badan ternak
tersebut dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan pertumbuhan (Kamal, 1994).
Pertambahan bobot badan pada umumnya mengalami tiga tingkat kecepatan
yang berbeda-beda, yang pertama pertumbuhan tulang, diikuti dengan pertumbuhan
otot dan yang terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1994)
2.3.3 Konversi pakan
Martawidjaja (1998) mengemukakan bahwa konversi pakan
merupakan jumlah unit pakan yang dikonsumsi oleh ternak dibagi dengan unit
pertambahan bobot hidupnya per satuan waktu berdasarkan bahan kering (BK).
Tillman et al. (1991) menambahkan, konversi pakan mencerminkan kebutuhan
pakan yang diperlukan untuk menghasilkan pertambahan berat badan dalam
satu-satuan yang sama.
Efisiensi
penggunaan pakan dapat ditentukan dari konversi pakan, yaitu jumlah pakan yang
dikonsumsi untuk mencapai pertambahan satu kilogram bobot badan. Konsumsi pakan
atau ransum yang diukur adalah bahan kering sehingga efisiensi penggunaan pakan
atau ransum dapat ditentukan berdasarkan
konsumsi bahan kering pakan (Siregar, 2008).
Martawidjaja (1998), menyatakan
bahwa kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik
dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan
semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi minimal namun menghasilkan
pertambahan bobot badan yang tinggi.
BAB 3. METODOLOGI
3.1
Alat dan
Bahan
3.2.1
Alat
1.
Peralatan
yang di gunakan adalah :
2.
Kandang
koloni
3.
Tempat
pakan
4.
Tempat
minum
5.
Timbangan
duduk,
Bahan
1.
Domba 6 ekor
2.
PCF 60 %
3.
Hijauan 40 %
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.2 Pertambahan Bobot
Badan
Berdasarkan hasil pengamatan
diperoleh data pertambahan bobot badan mingguan dan Bobot badan akhir dan BB akhir domba dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. BB Domba Selama Pemeliharaan.
no
|
minggu 1
|
minggu 2
|
minggu 3
|
minggu 4
|
minggu 6
|
1
|
25
|
16.45
|
15.9
|
16
|
11
|
2
|
8.4
|
7.7
|
24
|
10.6
|
20
|
3
|
13.6
|
10
|
8
|
15.8
|
16.5
|
4
|
15
|
14
|
14.55
|
26
|
10.5
|
5
|
16
|
13.5
|
18.8
|
19.1
|
11.5
|
6
|
16.8
|
23.1
|
24
|
18.6
|
26.5
|
∑
|
94.8
|
84.75
|
105.25
|
106.1
|
96
|
4.3 Pembahasan
Konsumsi
pakan merupakan parameter yang diukur berdasarkan jumlah pakan yang terkonsumsi
atau dimakan oleh domba dalam kurun waktu 24 jam (Kukuh, 2010).
Pada
kegiatan ini pakan yang digunakan terdiri dari rumput dan PCF sebagai pakan
penguat yang memiliki nilai palatabilitas yang cukup tinggi., konsumsi pada penggemukan domba ini juga banyak
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kesehatan ternak, jenis ransum, umur
potong hijauan dan juga kondisi lingkungan. Hal ini juga didukung oleh Siregar
(2005) yang menyatakan keterbatasan ini
dipengaruhi oleh banyak faktor yang mencakup ternak itu sendiri, keadaan ransum
dan faktor luar lainnya seperti suhu udara yang tinggi dan kelembapan udara
yang rendah. Selain itu rendahnya konsumsi pakan pada kegiatan ini diduga karena
domba masih belum adaptasi dengan PCF yang semulanya prosentase antara hijauan
80% dan PCF 20% pada saat pelaksanaan hijauan 40% dan PCF 60% kondisi ini
membuat domba tidak mau makan karena kurangnya adaptasi lingkungan, sehingga
berdampak pada penurunan berat badan. Terkadang konsentrat yang kita berikan
masih ada karena tadi peletabilitas dan adaptasi domba yang belum maksimal maka
apa yang terjadi domba tidak mau makan, dan pola makan / yang memberikan pakan
pada domba adalah pihak dari UPT pola pemberian pakan yang sebenarnya adalah
memberikan konsentrat terlebih dahulu selang kurang lebih 1 jam kemudian
diberikan hijauan hal ini sistem pencernaan domba akan bekerja secara maksimal
karna didukung oleh bakteri dalam rumen yang membantu dalam pencernaan. Dalam
pemberian pakan harus diatur pula jam untuk memberikan pakan yang tepat dalam 1
hari diberikan dengan frekuensi 3 x sehari hal ini lebih baik dari pada
pemberian 2 x sehari. Pada pemberian pakan di duga tidak ditimbang, maka
kebutuhan nutrient domba belum bisa mencukupi dan hasilnya kurang maksimal.
Konsumsi pakan merupakan salah satu indikator terbaik dari produksi
ternak karena konsumsi pakan adalah faktor yang menentukan jumlah nutrient yang
didapat oleh ternak dan berperan terhadap pertambahan bobot badan yang akan
dihasilkan oleh domba. Menurut Parakkasi (1999) bahwa tingkat konsumsi pakan
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kondisi ternak (bobot
badan, umur, jenis kelamin dan kesehatan), palatabilitas, kualitas dan tingkat
kecernaan pakan. Pakan yang memiliki kualitas baik, tingkat konsumsinya lebih
tinggi dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah.
4.3.2 Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan
pengukuran kenaikan bobot badan dengan penimbangan secara reguler dan berulang-ulang
(Tilman et al., 1991). PBB dipengaruhi oleh konsumsi pakan, jika konsumsi pakan
baik maka PBB juga akan baik. Selain dipengaruhi oleh konsumsi pakan PBB juga
dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan. Dari hasil
kegiatan ini deperoleh pertambahan bobot
badan yang secara total
No
|
Hari
|
Total
|
1
|
minggu 1
|
94.8
|
2
|
minggu 2
|
84.75
|
3
|
minggu 3
|
105.25
|
4
|
minggu 4
|
106.1
|
5
|
minggu 6
|
96
|
Rendahnya pertambahan bobot badan harian
yang dihasilkan oleh domba diduga karena rendahnya konsumsi pakan domba, dimana
konsumsi BK pakan yang rendah mempengaruhi konsumsi protein yang masuk
dalam tubuh domba dan digunakan untuk pertumbuhan domba. Hal ini sesuai dengan
Sodiq dan Zainal (2002), yang menyatakan bahwa kandungan nutrisi pada pakan
akan digunakan untuk pertumbuhan dan produksi daging.
PBB
yang terjadi adalah bb awal dan bb akhir tidak terjadi peningktan yang secara
signifikan hanya miningkat 1,2 kag dari 6 ekor domba hal ini di duga karena
pola makan yang diberikan, kemudian pakan/ ransum, timbangan dan waktu
penimbangan. Timbangan yang di gunakan adalh timbangan duduk, pada saat itu
sering eror untuk menyeimbangkan sulit bisa kita duga bahwasannya timbangan
yang kita gunakan sudah tidak layak untuk dipakai, performans domba dilihat ada
sebuah peningktan akan tetapi BB pada saat kita timbang turun, waktu
penimbangan harus stagnan menyesuaikan pada penimbangan awal agar tidak terjadi
ketimpangan data yang diperoleh.
Kartadisastra (1997) menyatakan
bahwa PBB ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsinya. Semakin tinggi
tingkat konsumsinya, akan semakin tinggi bobot badannya.. Menurut Djajanegara (1986), konsumsi pakan yang
terlalu sedikit dari kebutuhan hidup pokok akan menyebabkan ternak kehilangan
bobot badan. Tomaszewska et al (1993) menambahkan bahwa laju pertambahan bobot
badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik. Selain itu pertambahan
bobot badan pada umumnya mengalami tiga tingkat kecepatan yang berbeda-beda,
yang pertama pertumbihan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot dan yang
terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1994).
BAB 5. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat disumpulkan bahwasannya konsumsi pada penggemukan domba banyak dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain kesehatan ternak, jenis ransum, umur potong hijauan kondisi lingkungan,
frekuensi pemberian pakan, penimbangan. keterbatasan ini dipengaruhi oleh
banyak faktor yang mencakup ternak itu sendiri, keadaan ransum dan faktor luar
lainnya seperti suhu udara yang tinggi dan kelembapan udara yang rendah.
0 komentar:
Post a Comment